Kualitas Air Kali Porong
Status Mutu Air di WS Brantas Triwulan IV, 2020 dari Perum Jasa Tirta 1
Kali Porong Tercemar
Tanggal 27 Januari 2021, PoskoKKLuLa bersama Perkumpulan Eutenika kembali mengadakan pertemuan multipihak daring untuk memperdalam diskusi tentang pengelolaan Sungai Porong.
Diskusi terbatas ini merupakan kelanjutan dari pertemuan sebelumnya pada bulan September 2020. Pada kesempatan ini, beberapa narasumber yang menyampaikan hasil pemantauan kualitas air di saluran irigasi dan sungai sepanjang DAS Porong menggunakan metode yang berbeda. Seluruh narasumber menyampaikan bahwa kualitas air di DAS Porong terus menurun.
Eko Widodo dari PoskoKKLuLa menyampaikan hasil pemantauan menggunakan metode biotilik. Barlah Rumhayati dari Jurusan Kimia, Universitas Brawijaya menyampaikan hasil uji lab. Arit Setyawan dari Perum Jasa Tirta 1 menyampaikan hasil pemantauan yang dilakukan BUMN yang mengelola Sungai Brantas itu. Narasumber terakhir adalah Immanuel Kharisma dari Dinas Lingkungan Hidup, Provinsi Jawa Timur.
Eko menceritakan hasil pemantauan kualitas air yang dilakukan secara mandiri oleh PoskoKKLuLa sejak 2016 sampai 2020. Metode yang digunakan adalah biotilik, atau suatu metode pemantauan kualitas air sederhana yang dilakukan oleh warga masyarakat.
Biotilik melakukan pengamatan terhadap biota atau hewan di sungai yang sensitif terhadap pencemaran. Hasil pemantauan menunjukkan bahwa semakin sedikit biota yang ditemukan di 5 (lima) titik pantau. Hal itu mengindikasikan bahwa Sungai Porong masuk dalam kategori tercemar berat.
Barlah menyampaikan hasil pemantauan terhadap sampel air menggunakan uji laboratorium. Sampel air diambil dari titik-titik yang sama dengan pemantauan dengan biotilik. Salah satu perhatian Barlah adalah kandungan logam berat, Cadmium (Cd) dan Timbal (Pb), pada sampel-sampel yang diujikan. Hasil uji lab terhadap sampel di wilayah irigasi juga menunjukkan bahwa kandungan timbal melampaui ambang batas baku mutu.
Meskipun begitu, Barlah tidak bisa memastikan bahwa tingginya kandungan logam berat terjadi karena adanya limpasan lumpur Lapindo mengingat semakin meningkatnya kegiatan industri dan permukiman penduduk di sepanjang DAS Porong.
Terlepas dari persoalan penyebab, Barlah mengingatkan bahwa kandungan logam berat dalam air dapat membahayakan biota perairan dan memiliki risiko jangka panjang bagi kesehatan warga yang memanfaatkan air sungai untuk kehidupannya.
Barlah juga menyampaikan peluang pemulihan kualitas air melalui metode fitoremediasi dan filtrasi yang sudah diuji coba di beberapa sumur warga pada tahun 2018 lalu. Pada uji coba tersebut, bahan baku dari air sumur yang awalnya memiliki skor storet -30 mengalami penurunan menjadi -21 setelah melalui proses fitoremediasi. Artinya, air yang awalnya masuk kategori tercemar sedang dapat menjadi kategori cemar ringan.
Di akhir presentasinya, Barlah menyarankan upaya fitoremediasi dan filtrasi ini bisa diterapkan di bantaran sungai dan aliran irigasi untuk memperbaiki kualitas air sebelum dimanfaatkan bagi kehidupan manusia.
Penurunan kualitas air pada beberapa tahun terakhir juga disampaikan Arit Setyawan dari Perum Jasa Tirta 1. Penurunan kualitas air terjadi di sepanjang aliran Sungai Brantas yang menjadi sumber bagi Sungai Porong.
Hasil pemantauan Perum Jasa Tirta 1 selama 2016 sampai 2020 menunjukkan bahwa air Sungai Porong masuk dalam kategori cemar berat dan tidak memenuhi baku mutu. Bahkan pada 2017, Perum Jasa Tirta 1 menerima laporan dari warga tentang kondisi sungai yang tercemar berat dan menyebabkan ikan-ikan mati di beberapa lokasi.
Kesimpulan serupa juga disampaikan Immanuel Kharisma dari Dinas Lingkungan Hidup, Provinsi Jawa Timur. Dinas Lingkungan Hidup tidak memasukkan logam berat sebagai parameter menghitung indeks kualitas air, akan tetapi mempertimbangan DO (Dissolved Oxygen), BOD (Biological Oxygen Demand), dan COD (Chemical Oxygen Demand).
Dari pengukuran parameter tersebut, nilai air di Sungai Porong masih sedikit lebih baik dibandingkan Sungai Brantas secara keseluruhan. Akan tetapi, statusnya masih masuk kategori tercemar ringan dan perlu diwaspadai.
Di akhir sesi diskusi, masing-masing narasumber sepakat bahwa pemantauan kualitas air dengan berbagai metode penting untuk dilakukan. Tidak hanya itu, hasil pemantauan juga penting untuk disampaikan pada publik untuk meningkatkan kesadaran bersama terkait memburuknya kondisi lingkungan, khususnya sungai yang memiliki risiko bagi kehidupan masyarakat yang memanfaatkannya.
Para peserta juga mengusulkan adanya pemantauan dengan membandingkan data kualitas air Sungai Porong sebelum dan setelah terjadinya semburan dan banjir lumpur Lapindo. (*)