Peradaban Kali Porong
Bendungan Lengkong, Mojokerto
Kompleksitas Permasalahan Kualitas Air Kali Porong
Pada 10 September 2020, tim PoskoKKLuLa menggelar pertemuan multipihak yang diselenggarakan daring. Hadir sebagai narasumber adalah Raymond Valiant, Direktur Utama Perum Jasa Tirta 1, dan Achmad Room Fitrianto dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya.
Pertemuan terbatas itu juga melibatkan peneliti dan akademisi dari lintas disiplin ilmu, antara lain: Barlah Rumhayati dari Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Brawijaya, Malang; Ryuichiro Abe dari Universitas Waseda, Jepang yang sekarang menjadi peneliti tamu di Jurusan Sosiologi, FISIP, Universitas Brawijaya, Malang; dan, Rita Padawangi dari Singapore University of Social Sciences, Singapura. Diskusi dimoderatori oleh Anton Novenanto, pengajar di Jurusan Sosiologi, FISIP, Universitas Brawijaya.
Raymond menyampaikan bahwa Sungai Porong berinduk dari Sungai Brantas yang memiliki titik sumber dari beberapa titik di Pegunungan Arjuna. Sungai yang melintasi beberapa wilayah mulai dari Malang itu bertemu dengan Bendungan Lengkong di Mojokerto. Dari situ, aliran Sungai Brantas terbelah ke Sungai Mas (atau disebut juga Sungai Surabaya) dan Sungai Porong.
Dengan demikian, kompleksitas pengelolaan kualitas air di Sungai Porong turut dipengaruhi oleh aktivitas manusia dan industri sepanjang DAS Brantas. Semakin berkembangnya kawasan permukiman dan industri meningkatkan kuantitas dan kualitas limbah yang mengalir ke Sungai Porong.
Sementara itu, Room menyampaikan, “Sebelum ada pembuangan air dari lumpur lapindo, pencemaran di sungai Porong memang sudah tinggi. Kemudian semakin diperparah dengan air dari lumpur Lapindo.”
Penelitian Room tentang pemanfaatan air Sungai Porong untuk budidaya tambak di Sidoarjo mengatakan bahwa pencemaran yang terjadi pada Sungai Porong membawa beragam persoalan. Persoalan-persoalan itu bukan hanya terkait kelayakannya untuk kebutuhan rumah tangga, tetapi juga untuk pengairan sawah dan tambak.
Room menyampaikan bahwa sekitar 15 ribu hektar tambak di Sidoarjo sangat bergantung dengan air yang berasal dari Sungai Brantas dan 4 ribu hektar tambak lainnya bergantung dengan air dari Sungai Porong. Pasca semburan dan banjir lumpur Lapindo, dia mencatat terjadinya perubahan jenis komoditas petani tambak secara massif. Dari awalnya udang windu beralih menjadi udang vaname yang memiliki harga jual lebih murah.
Kondisi itu merupakan akibat dari adanya partikel-partikel tertentu yang terkandung dalam air sungai yang mempercepat pendangkalan pada tambak sehingga tidak cocok lagi digunakan untuk budidaya udang windu. Hanya saja, belum ada pengujian khusus apakah partikel-partikel itu berasal dari lumpur Lapindo atau sumber-sumber lainnya. Meskipun begitu, menurutnya, pembuangan lumpur Lapindo ke saluran air dan sungai dapat berkontribusi bagi produktivitas tambak.
Raymond juga mengakui bahwa saat ini pemanfaatan Sungai Porong makin banyak. Awalnya, Sungai Porong hanya berfungsi sebagai pengendali banjir Sungai Brantas. Tapi sekarang, air dari Sungai Porong dan juga kanal-kanal yang di sekelilingnya juga dimanfaatkan untuk aktivitas manusia, seperti pengairan sawah dan tambak serta sumber untuk air minum (PDAM Kabupaten Sidoarjo).
Selama ini, hasil pemantauan rutin Perum Jasa Tirta 1 tidak menemukan perubahan signifikan terkait tingkat pencemaran air di Sungai Porong. Namun Raymond tidak memungkiri kemungkinan terjadi peningkatan pencemaran dalam waktu jangka panjang. Hal ini, menurutnya, perlu ada penelitian khusus.
Studi independen yang dilakukan Walhi Jatim tahun 2016 menemukan kandungan logam berat yakni Kadmium dan Timbal yang melampaui ambang batas pada sampel air dan sedimentasi dari Sungai Aloo dan Sungai Porong. Barlah, yang terlibat dalam penelitian tersebut, menyampaikan bahwa walaupun kandungan logam berat tersebut tidak bisa dipastikan hanya bersumber dari air lumpur Lapindo fakta tersebut tetap perlu menjadi perhatian bagi semua pihak.
Hasil pertemuan menyimpulkan bahwa perlu adanya kerjasama multipihak secara berkelanjutan untuk memantau tingkat pencemaran dan kandungan logam berat di Sungai Porong. Selain meneliti kualitas air, juga perlu adanya uji laboratorium terhadap komoditas tambak yang pengairannya bergantung pada air dari Sungai Porong. Upaya tersebut berkaitan dengan dampak jangka panjang terhadap kesehatan siapapun yang mengkonsumsi hasil tambak secara terus-terusan.
Menjaga produktivitas dan keamanan hasil tambak adalah, bagaimanapun juga, salah satu tanggung jawab pemerintah dengan berkolaborasi dengan banyak pihak. (*)