Air dan Kesehatan

Pada 23 Maret 2021, PoskoKKLuLa menggelar pertemuan bersama komunitas untuk membahas kualitas air Sungai Porong, risiko jangka panjang bagi kesehatan, dan strategi pemulihannya. Pertemuan dilaksanakan secara hibrid (daring dan luring). Pertemuan luring digelar di Balai Desa Glagaharum, Porong. Sementara itu, beberapa narasumber memberikan materi secara daring dari lokasi yang berbeda.

Salah satu pemateri, Barlah Rumhayati dari Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya menyampaikan tentang kandungan logam berat di sampel air dan sedimentasi yang diambil di Sungai Porong, saluran irigasi, dan air kolam filtrasi. Secara umum, Barlah menyebutkan bahwa Sungai Porong sudah tergolong tercemar berat sehingga tidak bisa digunakan untuk pemanfaatan air Golongan II yakni untuk kebutuhan rumah tangga dan/atau irigasi. Untuk air irigasi yang masih tergolong baik ditemukan di wilayah Kedung Sumur dan Wirobiting. Sementara itu, air irigasi pada wilayah Boaran sudah tercemar berat.

Menurut Barlah, metode pemulihan kualitas air menggunakan fitoremediasi yang sudah diterapkan PoskoKKLL bisa menjadi salah satu strategi yang mudah bagi komunitas. Namun dia juga mengingatkan bahwa penerapan fitoremediasi perlu terus memperhatikan proses dan kondisi kolam filter.

Saran yang sama juga disampaikan Catur Retnaningdyah dari Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya. Fitoremediasi akan efektif jika penerapannya dilakukan secara konsisten atau dibutuhkan komitmen jangka panjang untuk usaha restorasi. Restorasi atau pemulihan air perlu dilakukan dengan beberapa cara seperti menanam keragaman hayati dan melakukan remediasi atau menghilangkan polutan melalui metode fisik dan biologi.

Fitoremediasi merupakan salah satu metode biologi yang memanfaatkan akar tumbuhan untuk menyaring sampai mengubah pencemar menjadi bahan yang kurang atau tidak berbahaya. Kualitas air sumur tidak hanya dipengaruhi kondisi air sekitarnya tetapi juga kondisi tumbuhan.

Koordinator PoskoKKLuLa Bambang Catur Nusantara mengajak perwakilan komunitas yang hadir pada pertemuan ini untuk meningkatkan inisiatif-inisiatif pengelolaan kualitas air hingga pemanfaatan air tersebut untuk budidaya sayuran. Ajakan ini bukan hanya untuk pemulihan kualitas air tetapi juga merespons kekhawatiran resiko jangka panjang dari kandungan logam berat pada air bagi kesehatan.

Khusnul Khotimah dari Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya, menambahkan. Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, logam berat yang melebihi batas ambang dan masuk ke dalam sel tubuh melalui proses metabolisme seperti radikal bebas dapat menyebabkan gangguan pada otak, jantung, hati, dan organ reproduksi.

“Gangguan respirasi pada sel juga bisa memicu terjadinya stunting. Sehingga, ketika semakin tinggi radikal bebas maka semakin besar kemungkinan terjadinya kasus stunting,” ungkap Khusnul.

Menurutnya, faktor yang mendorong peningkatan kasus stunting tidak hanya terkait pada pola asuh atau pola konsumsi, tetapi juga kondisi lingkungan. Kondisi krisis akibat pandemi, perekonomian yang menurun, dan memburuknya kualitas lingkungan bisa berakibat pada meningkatnya kasus stunting. Khusnul menyampaikan bahwa sudah ada beberapa penelitian lain yang menunjukkan bahwa logam berat, seperti timbal, dapat mengakibatkan gangguan motorik pada anak-anak.

Langkah yang bisa dilakukan adalah mengoptimalkan kerjasama antara komunitas dengan puskesmas dan akademisi untuk mengumpulkan data atau informasi dasar mengenai sebaran kasus stunting di wilayah Porong dan faktor penyebabnya. Warga juga perlu diajak untuk memperhatikan pemenuhan nutrisi di tengah kondisi lingkungan yang buruk akibat semburan lumpur Lapindo dengan menerapkan metode pemulihan kualitas air dan program budidaya. (*)